Entah kapan saya menemukan kata-kata indah
ini. Sudah sejak lama, kalimat ini yang menjadikan diri semangat untuk belajar
dari apapun yang ditemui dalam hidup ini.
Sejalan dengan prinsip seorang muslim, yang
dinukil dari sabda Rasulullah bahwa belajar itu dimulai dari saat kita masih
dalam buaian seorang ibu. Sampai kita beristirahat di liang lahat.
Saat ini, marilah kita sedikit belajar dari
apa yang Allah ciptakan di sekitar kita. Karena, dalam ciptaan Allah terdapat
banyak tanda-tanda kekuasaan-Nya yang bisa menambah keimanan kita.
Marilah kita sedikit berjalan, menyusuri
pematang sawah di senja hari. Lihatlah cahaya mentari yang melambai ucapkan
salam perpisahan pada kita sebelum ia pergi untuk kembali esok harinya. Angin
yang sejuk membelai wajah dengan aroma khasnya. Tak lupa, batang padi yang
berwarna hijau kekukingan seakan melambaikan jemarinya yang berisi bulir-bulir
padi berwarna kuning keemasa.
Cobalah kita renungkan, bukanlah
ciptaan-Nya begitu indah?
Lihatlah lebih dalam lagi, bahwa ada yang
bisa kita pelajari dari sebatang padi. Tahukah dirimu apa pelajaran itu,
Sahabat?
Ya, seringkali kita dengar sebuah
peribahasa, "Seperti ilmu padi, kian berisi kian merunduk."
Semakin banyak yang kita miliki, hendaknya
semakin rendah hatilah diri ini.
Sudah menjadi tabiat manusia, untuk
berbangga atas apa yang dimiliki. Itulah mengapa, terkadang akan merasa sulit
untuk menerapkan ilmu padi ini. Padahal, islam juga sudah memerintahkan hal
ini; agar tak berbangga diri atas apa yang dimiliki.
Karena hakikatnya, apa yang kita miliki di
dunia ini adalah milik-Nya dan akan kembali lagi kepada-Nya.
Lalu, jika semua sudah diminta kembali lagi
oleh pemiliknya. Apa yang bisa dibanggakan dari diri ini?
Marilah kita meneladani generasi terdahulu.
Generasi terbaik umat ini. Apakah mereka berbangga dengan apa yang Allah
berikan?
Tidak ... tidaklah ada dari generasi
sahabat yang berbangga dengan apa yang mereka miliki. Mereka mengakui bahwa
semuanya adalah milik-Nya.
Dan dalam Islam, tak ada kedudukan
tertinggi di sisi Allah kecuali karena takwa yang bersemayam dalam jiwa.
Marilah kita simak perkataan Abu Ubaidah
bin Jarah yang termaktub dalam kitab "Al Ishoobah fii tamyiizi
shahabah" karya Ibnu Hajar Al Asqalani.
"Wahai sekalian manusia, saya adalah
salah seorang keturunan Quraisy. Siapa saja dari kalian baik yang berkulit
merah atau hitam, jika takwanya lebih dariku, maka ia lebih utama dariku."
Marilah kita belajar menundukkan diri,
mengakui bahwa kita bukanlah sesiapa. Hanya seorang hamba yang segala
sesuatunya hanya bisa bergantung dari pemberian Allah; Yang Maha Pemberi.
0 komentar:
Posting Komentar